Nusa Tenggara Barat
A.Kondisi Fisik Daerah
Nusa Tenggara Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia.
Sesuai dengan namanya, provinsi ini meliputi bagian barat Kepulauan Nusa
Tenggara. Dua pulau terbesar di provinsi ini adalah Lombok yang
terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota
provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok.
Sebagian besar dari penduduk Lombok
berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan
kelompok etnis terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara
Barat beragama Islam (96%).
5 Lintang Selatan, dengan batas wilayahnya di sebelah Barat
berbatasan dengan Selat Lombok, Provinsi Bali, sebelah Timur dengan Selat Sape,
Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebelah Utara dengan Laut Jawa dan laut Flores
dan sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia.
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat yang beribukota
di Mataram terbagi dalam 8 kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Bima,
Kabupaten Dompu, Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten
Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa
Barat, Kota Bima dan Kota Mataram. Kabupaten Sumbawa merupakan wilayah dengan
luas terbesar yaitu 6.643,98 Km2 (32,97%), sementara Kota Mataram merupakan wilayah
dengan luas terkecil yaitu 61,30 Km2 (0,30%).
B.Sejarah Kebudayaan NTB
Adat-istiadat yang melekat pada masyarakat NTB diawali
oleh Sejarah kehidupan nenek moyangnya yang pernah dijajah dan dikuasai oleh
orang-orang hindu. Kekalahan kerajaan hindu membuat islam kembali mendominasi
di lingkungan masyarakat NTB. Interaksi yang terjadi antar masyarakat membuat
kebiasaan atau adat-istiadat yang ada saling mengisi dan berbaur dengan erat
antara yang satu dengan yang lainnya hinga tumbuh dan berkembang sampai
sekarang, misalnya saja perpaduan antara budaya hindu dan budaya islam seperti
selametan laut yang dilakukan dengan menggelar zikir bersama yang disertai
dengan perlengkapan sesajian yang akan disantap bersama dan sejenisnya.
Di luar budaya hindu dan islam, budaya masyarakat NTB
juga diperkaya dengan beragam budaya masyarakat yang beragama kristen dan buda
serta agama konghucu yang dianut oleh sebagian masyarakat cina yang sudah
tinggal di NTB sejak zaman penjajahan terdahulu. Kedamaian hidup dalam kerberagaman
budaya yang ada tentu menjadi idaman setiap anggota masyarakat NTB yang ada
hingga saat ini.
Gejala kebudayaan dalam kehidupan masyarakat NTB yang
sangat dominan adalah ketergantungan dan kepatuhan masyarakat terhadap
tokoh-tokoh pemuka agama atau tokoh adat sebagai panutan dalam kehidupan
sehari-hari, karenanya pengaruh kehidupan masyarakat yang dilandasi sistem
patriakhis. Interprestasi ajaran agama yang belum tepat sering mempengaruhi
sikap dan pandangan masyarakat yang diimplementasikan pada sistem nilai sosial
dan budaya sehingga mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kedudukan
perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Rumah Adat
Rumah Adat Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah Rumah
Dalam Loka.
D.Pakaian Tradisional
Secara tradisional pakaian tradisional yang dikenakan
penduduk daerah Nusa Tenggara Barat dibedakan atas dua macam, yaitu yang
dikenakan oleh kaum pria dan oleh kaum wanita. Pakaian adat yang dikenakan bagi
kaum pria di daerah Lombok berupa tutup kepala, baju lengan panjang memakai
kain sarung sebatas dengkul yang ditenun, dan celana panjang, serta di
punggungnya terselip sebilah keris. Sedangkan kaum wanitanya mamakai pakaian
yang terdiri atas kebaya panjang dengan kain songket. Perhiasan yang dipakai berupa
hiasan bunga di kepala.
E.Lagu Daerah
Lagu daerah provinsi Nusa Tenggara Barat antara
lain Pai Mura Rame, Desaku, Tutu Koda, Helele U Ala de Teang,
Potong bebek, Anak Kambing Saya, O Nina Noi, Lereng Wutun, Bole Lebo, O Re
Re dan Tebe Ona Na.
F.Alat Musik Daerah
Provinsi ini mempunyai alat music khas daerah seperti
provinsi yang lainnya. Alat musik tersebut dinamakan Cungklik.
G. Suku Di Masyarakat
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di
Lombok, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah
mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama
karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut
“Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah
mempunyai sistem budaya yang mapan.
Nenek moyang Suku Sasak berasal dari
campuran penduduk asli Lombok dengan para pendatang dari Jawa Tengah yang
terkenal dengan julukan Mataram, pada jaman Raja yang bernama Rakai Pikatan dan
permaisurinya Pramudhawardani. Kata sasak itu sendiri berasal dari kata sak-sak
yang artinya sampan.
Dalam masyarakat Sasak, kelompok kekeraatan terkecil
adalah keluarga inti (nuclear family) yang
disebut kuren. Keluarga inti umumnya keluarga monogami, meskipun adat
membenarkan keluarga inti poligami. Adat menetao sesudah nikah adalah
virilokal, meskipun ada yang uxorilokal dan neolokal. Garis keturunan suku
Sasak ditarik menuruk sistem patrilineal.
Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat
resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang
lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak
laki laki, ini yang dikenal dengan sebutanmerarik atau selarian.
Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan
kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang,
ini yang disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan
kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan nyelabar atau
kesepakatan mengenai biaya resepsi.
b.Suku Bima
Suku Bima tinggal di daerah dataran
rendah, wilayah kabupaten Bima, Donggo dan Sangiang, Propinsi Nusa Tenggara
Barat. Suku Bima telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Lingkungan alam suku
Bima berbeda-beda karena di daerah utara Lombok tanahnya sangat subur sedangkan
sebelah selatan tanahnya gundul dan tidak subur.Kebanyakan dari mereka bermukim
sekitar 5 km atau lebih dari pesisirpantai. Mereka juga disebut suku "Oma"
(artinya "berpindah-pindah")karena sering hidup berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat yanglain. Suku Bima memiliki hubungan dengan suku Sasak
yang tinggalberdekatan di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Suku ini menggunakan Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo.
Menurut sejarahnya, suku Bima mempunyai 7 pemimpin di setiap daerah yang
disebut Ncuhi. Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu
dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan
agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai
Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan
beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan
Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa
Jawa Kuna kadang-kadang masih
digunakan sebagai bahasa halus di Bima.
Mata pencaharian utamanya masyarakat suku Bima adalah bertani dan sempat
menjadi segitiga emas pertanian bersama Makassar dan Ternate pada
zaman Kesultanan. Oleh karena itu, hubungan Bima dan Makassar sangatlah dekat,
karena pada zaman Kesultanan, kedua kerajaan ini saling menikahkan putra dan
putri kerajaannya masing.
c.Suku
Sumbawa
Suku Sumbawa adalah
suku bangsa yang mendiami pulau Sumbawa dan menggunakan bahasa Sumawa. Suku yg berpopulasi 1,3 juta ini sebagian besar beragama Islam, uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku
Sumbawa, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada
umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun
hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu.
Populasi Suku Sumbawa yang terus berkembang saat ini
merupakan campuran antara keturunan etnik-etnik pendatang atau imigran dari
pulau-pulau lain yang telah lama menetap dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya serta sanggup berakulturasi dengan para pendatang lain yang
masih membawa identitas budaya nenek moyang mereka, baik yang datang sebelum
maupun pasca meletusnya Gunung Tambora tahun 1815.Para pendatang ini terdiri
atas etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis,Makassar, Mandar),
Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin),dan Cina (Tolkin dan
Tartar), serta Arab yang rata-rata mendiami dataran rendah dan pesisir pantai
pulau ini, sedangkan sebagian penduduk yang mengklaim diri sebagai pribumi atau
tau Samawa asli menempati wilayah pegunungan seperti Tepal, Dodo, dan Labangkar
akibat daerah-daerah pesisir dan dataran rendah yang dulunya menjadidaerah
pemukiman mereka tidak dapat ditempati lagi pasca bencana alam Tamborayang
menewaskan hampir dua pertiga penduduk Sumbawa kala itu.
H.Upacara Adat
Upacara
U’a Pua merupakan sebuah tradisi masyarakat Lombok yang dipengaruhi oleh ajaran
Islam. Upacara U’a Pua dilaksanakan bersamaan dengan Peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW yang juga dirangkai dengan penampilan atraksi Seni Budaya
masyarakat Suku Mbojo (Bima) yang berlangsung selama 7 hari. Prosesi U’a Pua
diawali dengan Pawai dari Istana Bima yang diikuti oleh semua Laskar
Kesultanan, Keluarga Istana, Group Kesenian Tradisional Bima dengan dua Penari
Lenggo yang dilengkapi dengan Upacara Ua Pua. Selama proses pawai berlangsung
Group Kesenian terus memainkan Genda Mbojo, Silu dan Genda Lenggo. Ketika
memasuki Istana, Penunggang Kuda menari dengan suka ria (Jara Sara’u), Sere,
Soka dan lain-lain sampai Ketua Rombongan bertemu dengan Sultan yang diiringi dengan
Penari Lenggo. Pada sa’at itu diserahkan ”Sere Pua” dan Al-Qur’an kepada
Sultan.
b.Upacara
Perang Topat
Upacara
Perang Topat adalah salah satu upacara yang dilakukan oleh orang Sasak. Perang
Topat adalah upacara ritual sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada tuhan
atas kemakmuran berupa tanah yang subur, banyak hujan. Upacara Perang Topat
ditampilkan di Taman Lingsar oleh Masyarakat Hindu, Masyarakat Sasak dengan
saling melemparkan Topat (Ketupat).
Upacara ini berlangsung setelah selesai “Pedande”
memuja yaitu selama periode “Rokok Kembang Waru” sekitar pukul 17.30. Perang
Topat dilaksanakan setiap tahun pada saat purnama ke 6 menurut Kalender Sasak
atau sekitar Bulan Nopember –Desember.
Sebelum Perang Topat dimulai Kebon Odek dikeluarkan dari
Kemaliq yang terdapat di Pura Lingsar Kecamatan Narmada yang bertujuan untuk
menjemput Pesajik (sesajen) kemudian dikelilingi sebanyak 3 kali di Kemaliq
lalu di upacarakan. Sesudah upacara Pujawali, dilakukan acara Perang Topat.
c.Bau Nyale
Upacara tahunan khas Sasak antara Februari-Maret di dipesisir
pantai selatan Pulau Lombok tepatnya di Pantai Kute, Seger, A’an di Lombok
Tengah dan Pantai Kaliantan, Ekas dan Jero Waru di Lombok Timur.Menurut
legenda, Nyale atau cacing laut merupakan reinkarnasi dari Putri Mandalika
yaitu seorang Putri yang cantik dan berbudi luhur. Ia menceburkan dirinya ke
laut karena tidak ingin mengecewakan para pangeran yang memperebutkannya.
Kemunculannya di pantai selatan Pulau Lombok hanya
terjadi sekali setahun ditandai dengan keajaiban alam sebagai suatu karunia
Tuhan kepada hambanya. Bagi masyarakat Lombok Selatan banyaknya Nyale yang
muncul merupakan karunia Tuhan sebagai tanda akan mendapatkan hasil panen yang
baik
d.Rebo
Bontong
Rebo Bontong (Rebo: Rabu, Bontong:
akhir) disebut juga Mandi Safar oleh daerah lainnya. Sebagaimana namanya,
upacara ini dilakukan hari Rabu bulan Safar dalam kalender Islam. Ritual ini
berupa mandi bersama di tempat tertentu.
Dalam pelaksanaannya, serangkaian doa
dipanjatkan di hari pelaksanaan upacara. Pemuka agama, kepala suku, dan orang
yang mengikuti ritual ini mengantar sesaji Sesangi berupa ketan, telur, pisang,
dan hasil tani lainnya ke laut, sebagai simbol permintaan kepada Tuhan untuk
memohon perlindungan dari bencana.
Mandi,
merupakan simbol penyucian dalam ritual upacara Rebo Bontong. Namun tradisi
mandi bersama ini tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Di seluruh kawasan
Lombok, tradisi Rebo Bontong hanya dilaksanakan di Sungai Jangkuk (Dasan Agung,
Kota Mataram), Pantai Tanjung Menangis (Pringgabaya, Lombok Timur), dan di Desa
Kuranji (Labuapi, Lombok Barat).
Khusus di Desa Kuranji, Kecamatan Labuapi
ritual ini dilakukan dengan mandi bersama di sebuah sumur desa yang
dikeramatkan. Tradisi yang sama di Mataram dilaksanakan dengan cara mandi di
Sungai (Kokoq) Jangkuk yang dimulai Rabu siang hingga sore. Setiap perayaan
mandi Safar tersebut sepanjang kali Jangkuk dibanjiri masyarakat baik tua
maupun muda.
e.Parade
Ogoh-Ogoh
Dalam
menyokong hari raya nyepi yang merupakan hari penyucian Bhuana Agung
(Macrocosmos) di laksanakan upacaraTawur Kesanga yang bertujuan untuk
menetralisir kekuatan negative dari bhuta kala.
Upacara tawur kesanga dilaksanakan pada Tileming sasih kesanga sehari
sebelum pelaksanaan hari raya nyepi. Di kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram
Upacata Tawur kasanga dirangkaikan dengan puwai ogoj ogoh. Ogoh- Ogoh merupakan
kreativitas umat Hindu yang ada di Bali dan Lombok untuk memvisualisasikan
Bhuta kala. Personifikasi Bhuta kala ini dimaksudkan guna memantapkan keyakinan
serta meningkatkan kosentrasi dalam melaksanakan Upacara Tawur Kesanga yang
merupakan salah satu bentuk Bhuta Yadya.
Pawai ogoh – ogoh mengambarkan datangnya berbagai Bhuta kala dari segala
penjuru arah mata angin ketempat pelaksanaan Upacara Tawur Kesanga guna
mendapatkan lelabahan / persembahan. Setelah Bhuta kala tersebut mendapatkan
lelebahan/ persembahan mereka di kembalikanke posisisnya masing-masing untuk
kemudian di pralina/ lembur dengan menggunakan kkekuatan Agni / Api. Dengan
demikian di harapkan para Bhuta kala tersebut tidak lagi menggangu kehidupan
manusia
I.Ragam Kesenian
a.Slober
Kesenian slober adalah salah satu jenis musik
tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musik nya sangat unik
dan sederhana yang terbuat dari pelepah enau yang panjang nya 1 jengkal dan
lebar 3 cm.
Kesenian slober didukung juga dengan peralatan lainnya
yaitu gendang, petuk, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil
dari salah seorang warga desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela yang bernama
Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis
sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.
b.Tari Jangger
Kesenian tari jangger ini masih dipertahankan sebagai
tontonan yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, sunatan, ulang tahun
dan Iain-lain. Kesenian ini merupakan tarian yang dilakukan oleh perempuan yang
melantunkan tembang-tembang yang di iringi oleh musik gamelan Lombok.
Kesenian tari jangger ini sekarang
pementasannya tidak hanya dilakukan pada acara tertentu saja melainkan sudah
masuk dalam agenda yang dilakukan di kantor-kantor atau hotel-hotel dalam
rangka menghibur para tamu.
c.Tari Wura
Bongi Monca
Seni budaya tradisional Bima berkembang cukup pesat pada masa pemerintahan
sultan Abdul Kahir Sirajuddin, sultan Bima ke-2 yang memerintah antara tahun
1640-1682 M. Salah satunya adalah Tarian Selamat Datang atau dalam bahasa Bima
dikenal dengan Tarian Wura Bongi Monca. Gongi Monca adalah beras kuning. Jadi
tarian ini adalah Tarian menabur Beras Kuning kepada rombongan tamu yang datang
berkunjung.
Tarian ini biasanya digelar pada acara-acara penyabutan tamu baik secara
formal maupun informal. Pada masa kesultanan tarian ini biasa digelar untuk
menyambut tamu-tamu sultan. Tarian ini dimainkan oleh 4 sampai 6 remaja putri
dalam alunan gerakan yang lemah lembut disertai senyuman sambil menabur beras
kuning kearah tamu, Karena dalam falsafah masyarakat Bima tamu adalah raja dan
dapat membawa rezeki bagi rakyat dan negeri.
d.Tari Lenggo
Tari Lenggo ada dua jenis yaitu Tari Lenggo Melayu dan
Lenggo Mbojo. Lenggo Melayu diciptakan oleh salah seorang mubalig dari
Pagaruyung Sumatera Barat yang bernama Datuk Raja Lelo pada tahun 1070 H.
Tarian ini memang khusus diciptakan untuk upacara Adat Hanta UA Pua dan
dipertunjukkan pertama kali di Oi Ule (Pantai Ule sekarang) dalam rangka
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Lenggo Melayu juga dalam bahasa Bima
disebut Lenggo Mone karena dibawakan oleh 4 orang remaja pria.
Terinspirasi dari gerakan Lenggo Melayu, setahun
kemudian tepatnya pada tahun 1071 H, Sultan Abdul Khair Sirajuddin menciptakan
Lenggo Mbojo yang diperankan oleh 4 orang penari perempuan. Lenggo Mbojo juga
disebut Lenggo Siwe. Nah, jadilah perpaduan Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo yang
pada perkembangan selanjutnya dikenal dengan Lenggo UA PUA. Tarian Lenggo
selalu dipertunjukkan pada saat Upacara Adat Hanta UA PUA terutama pada saat
rombongan penghulu Melayu mamasuki pelataran Istana.
e.Rawa Mbojo
Salah satu seni budaya Mbojo yang merupakan ajang
hiburan masyarakat tempo dulu adalah Rawa Mbojo. Seni ini adalah salah satu
media penyampaian pesan dan nasehat yang disuguhkan terutama pada malam hari
saat-saat penen sambil memasukkan padi di lumbung. Senandung Rawa Mbojo yang
di-iringi gesekan Biola berpadu dengan syair dan pantun yang penuh petuah
adalah pelepasan lelah dan pembeli semangat kepada warga yang melakukan
aktifitas di tiap-tiap rumah. Sebagai selingan, dihadirkan pula seorang pawang
cerita yang membawakan dongeng-dongeng yang menarik dan penuh makna kehidupan.
Syair dan senandung Rawa Mbojo didominasi pantun khas
Bima yang berisi nasehat dan petuah, kadang pula jenaka dan menggelitik. Ini
adalah sebuah warisan budaya tutur yang tak ternilai unuk generasi. Dalam Rawa
Mbojo terdapat beragam lirik yang dikenal dengan istilah Ntoro. Ada Ntoko
Tambora, Ntoko Lopi Penge, dan Ntoko lainnya. Tiap Ntoko memiliki khas
masing-masing. Misalnya Ntoko Tambora dilantunkan dalam syair dan irama yang mengambarkan
kemegahan alam. Ntoko Lopi Penge mengambarkan suasana laut dan gelombang. Syair
dan pantun yang dilantunkan pun dikemukakan secara spontan sesuai keadaan.
Itulah kelebihan dari para pelantun Rawa Mbojo. Meskipun tidak bisa membaca dan
menulis, namn mereka sangan pawai melantunkannya secara spontanitas.
f.Hadrah
Rebana
Jenis
atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah Rebana
merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran islam. Syair lagu
yang dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan biasanya mengandung
pesan-pesan rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana dan 6 sampai 12 penari,
mereka mendendangkan lagu-lagu seperti Marhaban dan lain-lain. Hadrah Rebana
biasa digelar pada acara WA’A CO’I (Antar Mahar), Sunatan maupun Khataman
Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana telah berkembang pesat sampai ke
seluruh pelosok. Hal yang menggembirakan adalah Hadrah Rebana ini terus
berkembang dan dikreasi oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali karya-karya
gerakan dan lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh
Pemerintah Kota Bima selalu di gelar pada setiap perayaan hari-hari besar
daerah, propinsi dan nasional bahkan untuk menyambut para tamu-tamu pemerintahan,
wisatawan dan kegiatan-kegiatan ceremonial lainnya yang terpusat di Paruga Nae
(tempat khusus pagelaran seni budaya dengan arsitektur khas tradisional rumah
adat Bima).
J.Tradisi Masyarakat
a.Budaya
Nyongkolan di Lombok
Nyongkolan adalah sebuah
kegiatan adat yang menyertai rangkaian acara dalam prosesi perkawinan pada suku sasak di Lombok, Nusa
Tenggara Barat. kegiatan ini berupa arak-arakan kedua mempelai dari rumah
mempelai pria ke rumah mempelai wanita, dengan diiringi keluarga dan kerabat
mempelai pria, memakai baju adat, serta rombongan musik yang bisa gamelan atau
kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang beleq pada kalangan
bangsawan. Dalam pelaksanaannya, karena faktor jarak, maka prosesi ini tidak
dilakukan secara harfiah, tetapi biasanya rombongan mulai berjalan dari jarak
1-0,5 km dari rumah mempelai wanita.
Tujuan dari prosesi ini adalah untuk memperkenalkan pasangan mempelai
tersebut ke masyarakat, terutama pada kalangan kerabat maupun masyarakat dimana
mempelai perempuan tinggal, karena biasanya seluruh rangkaian acara pernikahan
dilaksanakan di pihak mempelai laki-laki.
Masyarakat yang akan melakukan nyongkolan semuanya memakai pakaian adat
Lombok, yakni untuk laki-laki memakai baju piama warna hitam, ikat kepala dan
menyelipkan keris baik di depan maupun di belakang, sementara perempuan memakai
pakain baju kebaya atau lambung.
Sebagian peserta dalam prosesi ini biasanya membawa beberapa benda seperti
hasil kebun, sayuran maupun buah-buahan yang akan bibagikan pada kerabat dan
tetangga mempelai perempuan nantinya. Pada kalangan bangsawan urutan baris
iring-iringan dan benda yang dibawanya memiliki aturan tertentu.
Hingga saat ini Nyongkolan masih tetap dapat ditemui di Lombok,
iring-iringan yang menarik masyarakat untuk menonton karena suara gendangnya
ini biasanya diadakan selepas dhuhur di akhir pekan. apabila anda melakukan
perjalanan antar kota do Lombok, maka bersiaplah untuk menghadapi kemacetan
insidental akibat Nyongkolan yang dapat anda temui sepanjang jalan, apabila di
kahir pekan tersebut banyak digelar pernikahan.
b.Budaya Ruah
Segare
Ruah
Segare merupakan suatu tradisi masyarakat pesisir pantai selatan kabupaten
Lombok Tengah dengan melaksanakan upacara selamatan sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Sang Pencipta atas berkah yang berasal dari lautan dan sekaligus
sebagai upacara tolak bala atau mohon keselamatan bagi masyarakat pesisir
dimana laut sebagai lahan mata pencaharian mereka.
c.Tarung
Peresean
Menjelang
tujuh belasan biasanya banyak acara-acara agustusan digelar buat meriahkan hari
kemerdekaan. Acara yang paling ditunggu-tunggu adalah Tarung Peresean, biasanya
tarung ini pastilah helatan pemerintah karena acara ini melibatkan
petarung-petarung dari berbagai desa. Peresean adalah pertarungan antara dua
orang yang bersenjatakan alat pemukul (sebilah tongkat) dari rotan (penjalin)
dengan tameng dari bahan kulit sapi/kerbau.
Peresean juga bagian dari upacara adat di
pulau Lombok dan termasuk dalam seni tarian suku sasak. Seni peresean ini
menunjukkan keberanian dan ketangkasan seorang petarung (pepadu), kesenian ini
dilatar belakangi oleh pelampiasan rasa emosional para raja dimasa lampau
ketika mendapat kemenangan dalam perang tanding melawan musuh-musuh kerajaan,
disamping itu para pepadu pada peresean ini mereka menguji keberanian,
ketangkasan dan ketangguhan dalam bertanding. Yang unik dalam pertarungan ini
adalah pesertanya tidak dipersiapkan sebelumnya alias para petarung diambil
dari penonton sendiri, artinya penonton saling tantang antar penonton sendiri
dan salah satu pemain akan kalah jika kepala atau anggota badan sudah
berdarah-darah.
d. Barempok
Barempok adalah suatu tradisi masyarakat petani di
Sumbawa Bagian Barat yang menggunakan ikatan padi sebagai alat saling memukul
(bertinju) untuk mengungkapkan rasa gembira atas hasil panen yang mereka
peroleh.
e.Pesta Ponan
Kalangan petani di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
memiliki tradisi unik untuk memohon kesuburan hasil pertanian mereka. Tradisi
yang dikenal dengan pesta ponan ini digelar warga setiap datangnya musim
tanam. Bahkan tradisi tersebut saat ini akan dimasukan sebagai salah satu
kalender wisata Sumbawa.
Tradisi ponan yang diikuti ribuan petani di Kecamatan
Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa ini digelar disebuah bukit yang disebut bukit
ponan. Di bukit ini terdapat beberapa makam ulama yang dipercaya sebagai nenek
moyang warga Sumbawa. Salah satu makam yang paling dikeramatkan warga adalah
makam Haji Batu yang terdapat tepat diatas bukit ponan.
Ribuan warga ini datang dengan membawa sesajian berupa
enam jenis makanan dan buah-buahan yang digunakan dalam upacara ponan. Seluruh
makanan tersebut ditempatkan dalam sebuah altar yang terdapat didalam komplek
pemakaman tersebut.
Upacara ponan diawali dengan dzikir dan doa yang
dipimpin oleh pemuka adat dan kyai. Usai doa, warga kemudian melakukan ritual
membaca pujian kepada seluruh leluhur mereka dalam bahasa Kasanmawa yang
kemudian dilanjutkan dengan pembagian makanan keseluruh warga dan ditutup
dengan makan bersama.
Uniknya tidak semua makanan dihabiskan, tapi sebagian
dibawa pulang, untuk ditebarkan di ladang dan sawah mereka. Mereka percaya
makanan keramat ini bisa menyuburkan ladang mereka dan menghindarkan mereka
dari segala bencana. "Menurut keyakinan warga, makanan yang dilempar ke
sawah akan menyuburkan tanah dan ladang" kata Tokoh Adat, Hatta Jamal.
Tradisi ponan ini hingga saat ini masih terus digelar
pada setiap musim tanam. Bahkan rencananya, tradisi ponan ini akan dimasukan
dalam kalender wisata Sumbawa.
f.Pacoa Jara
Sebagai
daerah penghasil ternak kuda, masyarakat Kab. Bima melestarikan dan
membudayakan Pacoa Jara Tradisional atau yang biasa kita kenal dengan pacuan
kuda sebagai suatu atraksi budaya yang unik, untuk mengungkapkan rasa
kegembiraan menyambut hari – hari besar seperti memperingati HUT Kemerdekaan RI
dan Hari Jadi Kabupaten Bima, yang uniknya joki yang digunakan adalah anak-anak
usia dibawah 10 tahun namun tidak kalah dibandingkan dengan joki professional.
Pacoa Jara merupakan istilah Dompu untuk pacuan kuda. Pesertanya selain
berasal dari Dompu juga datang dari berbagai daerah seperti Bima, Sumbawa,
Taliwang, dan Lombok.
Jumlah peserta tahun ini mencapai 511 kuda yang terbagi dalam 12 kelas,
mulai dari kelas terendah ‘TK’ (tinggi kuda rata-rata 1,12 centimeter dan
berumur di bawah dua tahun) hingga kelas tertinggi ‘C’ (kuda dewasa dengan
tinggi rata-rata 1,30 centimeter). Lomba balap kuda ini berlangsung selama
seminggu menggunakan sistem gugur tiap kelasnya.
Pacoa Jara di Dompu telah berlangsung secara turun temurun. Meski pacuan
kuda kini semakin modern baik dari segi perlombaan maupun keselamatan joki,
namun Pacoa Jara tetap bertahan dengan segala budayanya. Tradisi leluhur yang
tidak luntur.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa daerah Nusa Tenggara Barat memiliki beraneka ragam kebudayaan. Mulai dari
suku-suku yg mendiami daerahnya, upacara adatnya, serta tradisi yg melekat pada
masyarakatnya.
Oleh karena itu sungguh sangat
disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak mengetahui tentang
kebudayaan daerah ini. Semoga
suku budaya di daerah Nusa Tengggara Barat ini tidak pudar.
Saran
Seharusnya pemerintah Nusa Tenggara Barat dan setiap
masyarakatnya ikut berperan aktif dalam menjaga kebudayaan daerahnya sendiri
sebelum diakui oleh negara lain.
Nusa Tenggara Timur
A.Kondisi Fisik Daerah
1. Keadaan Geografis Provinsi Nusa Tenggara
Timur
secara geografis terletak di antara 80°-12°
Lintang Selatan dan 118°- 125°Bujur Timur. Batas-batas wilayah Sebelah Utara
berbatasan dengan Laut Flores, Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, Sebelah
Timur dengan Negara Timor Leste dan Sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
2. Iklim
Iklim di Provinsi NTT bulan kemarau lebih
panjang atau lama dibanding bulan hujan atau basah, dimana selama 8 bulan
mengalami musim kemarau dan 4 bulan mengalami musim hujan
3. Topografi
Topografi wilayah Provinsi Tenggara Timur,
pada bagian timur merupakan daerah perbukitan yang didominasi pegunungan
terjal, pada bagian dataran rendah merupakan daerah pemukiman dan budidaya.
4. Luas Wilayah
Luas wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur ±
47.349,9 km2
B.Budaya Nusa Tenggara Timur
Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera dalam di bawah ini:
a.Jumlah Bahasa Daerah
Jumlah bahasa
yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu:
Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur
Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:
Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso
Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo
Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi
Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur
Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:
Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso
Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo
Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi
b.Jumlah
Suku /Etnis
Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:
a.Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang Barat serta Semau)
b.Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, Kab timor
Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:
a.Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang Barat serta Semau)
b.Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, Kab timor
Tengah selatan, Timor Tengah
Utara, Belu ( bagian perbatasan dengan TTU)
c.Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
d.Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
e.Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan
f.Negara Timor Leste
g.Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau Semau
h.Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
i.Sumba: Pulau Sumba
j.Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai Barat
k.Ngada: Sebagian besar Kab Ngada
l.Ende Lio: Kabupaten Ende
m.Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka
c.Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
d.Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste
e.Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan
f.Negara Timor Leste
g.Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau Semau
h.Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba
i.Sumba: Pulau Sumba
j.Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai Barat
k.Ngada: Sebagian besar Kab Ngada
l.Ende Lio: Kabupaten Ende
m.Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka
n.Lamaholor: Kabupaten Flores Timur meliputi
Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian Pulau Lomblen
o.Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen
p.Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen
q.Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.
C.BUDAYA FLORES TIMUR
Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu.
Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku Lamaholot.
Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi).
Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari suku Mehen.
Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo.
Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut:
Ola tugu,here happen, lLua watana,
Gere Kiwan, Pau kewa heka ana,
Geleka lewo gewayan, toran murin laran.
Artinya:
Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing.
D.BUDAYA SIKKA
Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2.
Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini.
Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan ketiga yakni Mepu atau Maha.
Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2) ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura.
Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb: Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun, menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan - Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan. Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September).
E.BUDAYA ENDE
Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan terbanyak pada bulan November s/d Januari.
Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700 mm s/d 4000 mm/tahun.
Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan mereka ke Ende.
Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti : Jao Ata Ende atau Aku ata Lio dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu.
Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur) nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun alang-alang.
Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu.
F.BUDAYA NGADA
Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda.
Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan mereka.
Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu
(satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.
Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap, dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran). Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.
Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga, Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat).
Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran.
Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo, Riung, Soa dan Ngada.
G.BUDAYA MANGGARAI
Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur dengan kabupaten Ngada, barat dengan Sealat sapepulau Sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores dan selatan dengan laut Sabu.
Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur di NTT. Areal pertanian amat luas dan subur, perkebunan kopi yang membentang disebahagian wilayahnya, curah hujan yang tinggi yaitu dalam setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih dari 7000mm) turun pada bulan Januari.
Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di atas permukaan laut, di bawa kaki gunung Pocoranaka
Pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).
Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng (Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge (rakyat jelata).
Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali dapat kembali melihat tempat kelahirannya.
p.Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen
q.Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.
C.BUDAYA FLORES TIMUR
Flotim merupakan wilayah kepulauan dengan luas 3079,23 km2, berbatasan dengan kabupaten Alor di timur, kabupaten Sikka di barat utara dengan laut Flores dan selatan, laut Sawu.
Orang yang berasal dari Flores Timur sering disebut orang Lamaholot, karena bahasa yang digunakan bahasa suku Lamaholot.
Konsep rumah adat orang Flotim selalu dianggap sebagai pusat kegiatan ritual suku. Rumah adat dijadikan tempat untuk menghormati Lera Wulan Tana Ekan (wujud tertinggi yang mengciptakan dan yang empunya bumi).
Pelapisan social masyarakat tergantung pada awal mula kedatangan penduduk pertama, karena itu dikenal adanya tuan tanah yang memutuskan segala sesuatu, membagi tanah kepada suku Mehen yang tiba kemudian, disusul suku Ketawo yang memperoleh hak tinggal dan mengolah tanah dari suku Mehen.
Suku Mehen mempertahankan eksistensinya yang dinilainya sebagai tuan tanah, jadilah mereka pendekar-pendekar perang, yang dibantu suku Ketawo.
Mata pencaharian orang Flotim/Lamaholot yang utama terlihat dalam ungkapan sebagai berikut:
Ola tugu,here happen, lLua watana,
Gere Kiwan, Pau kewa heka ana,
Geleka lewo gewayan, toran murin laran.
Artinya:
Bekerja di ladang, Mengiris tuak, berkerang (mencari siput dilaut), berkarya di gunung, melayani/memberi hidup keluarga (istri dan anak-anak) mengabdi kepada pertiwi/tanah air, menerima tamu asing.
D.BUDAYA SIKKA
Sikka berbatasan sebelah utara dengan laut Flores, sebelah selatan dengan Laut Sabu, dan sebelah timur dengan kabupaten Flores Timur, bagian barat dengan kabupaten Ende. Luas wilayah kabupaten Sikka 1731,9 km2.
Ibu kota Sikka ialah Maumere yang terletak menghadap ke pantai utara, laut Flores. Konon nama Sikka berasal dari nama suatu tempat dikawasan Indocina. Sikka dan dari sinilah kemungkinan bermula orang berimigrasi kewilayah nusantara menuju ke timur dan menetap disebuah desa pantai selatan yakni Sikka. Nama ini Kemudian menjadi pemukiman pertama penduduk asli Sikka di kecamatan Lela sekarang. Turunan ini bakal menjadi tuan tanah di wilayah ini.
Pelapisan sosial dari masyarakat Sikka. Lapisan atas disebut sebagai Ine Gete Ama Gahar yang terdiri para raja dan bangsawan. Tanda umum pelapisan itu di zaman dahulu ialah memiliki warisan pemerintahan tradisional kemasyarakatan, di samping pemilikan harta warisa keluarga maupun nenek moyangnya. Lapisan kedua ialah Ata Rinung dengan ciri pelapisan melaksanakan fungsi bantuan terhadap para bangsawan dan melanjutkan semua amanat terhadap masyarakat biasa/orang kebanyakan umumnya yang dikenal sebagai lapisan ketiga yakni Mepu atau Maha.
Secara umum masyarakat kabupaten Sikka terinci atas beberapa nama suku; (1) ata Sikka, (2) ata Krowe, (3) ata Tana ai, desamping itu dikenal juga suku-suku pendatang yaitu: (4) ata Goan, (5) ata Lua, (6) ata Lio, (7) ata Ende, (8) ata Sina, (9) ata Sabu/Rote, (10) ata Bura.
Mata pencaharian masyarakat Sikka umumnya pertanian. Adapun kelender pertanian sbb: Bulan Wulan Waran - More Duru (Okt-Nov) yaitu bulan untuk membersihkan kebun, menanam, menyusul di bulan Bleke Gete-Bleke Doi - Kowo (Januari, Pebuari, Maret) masa untuk menyiangi kebun (padi dan jagung) serta memetik, dalam bulan Balu Goit - Balu Epan - Blepo (April s/d Juni) masa untuk memetik dan menanam palawija /kacang-kacangan. Sedangkan pada akhir kelender kerja pertanian yaitu bulan Pupun Porun Blebe Oin Ali-Ilin (Agustus - September).
E.BUDAYA ENDE
Batas-batas wilayahnya yang membentang dari pantai utara ke selatan itu adalah dibagian timur dengan kabupaten Sikka, bagian barat dengan kabupaten Ngada, utara dengan laut Flores, selatan dengan laut Sabu. Luas kabupaten Ende 2046,6 km2, iklim daerah ini pada umumnya tropis dengan curah hujan rata-rata 6096 mm/tahun dengan rata rata jumlah hari hujan terbanyak pada bulan November s/d Januari.
Daerah yang paling terbanyak mendapat hujan adalah wilayah tengah seperti kawasan gunung Kalimutu, Detusoko, Welamosa yang berkisar antara 1700 mm s/d 4000 mm/tahun.
Nama Ende sendiri konon ada yang menyebutkannya sebagai Endeh, Nusa Ende, atau dalam literatur kuno menyebut Inde atau Ynde. Ada dugaan yang kuat bahwa nama itu mungkin sekali diberikan sekitar abad ke 14 pada waktu orang-orang maleyu memperdagangkan tenunan besar nan mahal yakni Tjindai sejenis sarung patola dalam pelayaran perdagangan mereka ke Ende.
Ende/Lio sering disebut dalam satu kesatuan nama yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian sikap ego dalam menyebutkan diri sendiri seperti : Jao Ata Ende atau Aku ata Lio dapat menunjukan sebenarnya ada batas-batas yang jelas antara ciri khas kedua sebutan itu.
Meskipun secara administrasi masyarakat yang disebut Ende/Lio bermukim dalam batas yang jelas seperti tersebut di atas tetapi dalam kenyataan wilayah kebudayaan (tereitorial kultur) nampaknya lebih luas Lio dari pada Ende.
Pola pemukiman masyarakat baik di Ende maupun Lio umumnya pada mula dari keluarga batih/inti baba (bapak), ine (mama) dan ana (anak-anak) kemudian diperluas sesudah menikah maka anak laki-laki tetap bermukim di rumah induk ataupun sekitar rumah induk. Rumah sendiri umumnya secara tradisional terbuat dari bambu beratap daun rumbia maupun alang-alang.
Lapisan bangsawan masyarakat Lio disebut Mosalaki ria bewa, lapisan bansawan menengah disebut Mosalaki puu dan Tuke sani untuk masyarakat biasa. Sedangkan masyarakat Ende bangsawan disebut Ata NggaE, turunan raja Ata Nggae Mere, lapisan menegah disebut Ata Hoo dan budak dati Ata Hoo disebut Hoo Tai Manu.
F.BUDAYA NGADA
Ngada merupakan kabupaten yang terletak diantara kabupaten Ende (di timur) dan Manggarai (di barat). Bajawa ibu kotanya terletak di atas bukit kira-kira 1000 meter di atas permukaan laut. Masyarakat ini dikenal empat kesatuan adat (kelompok etnis) yang memiliki pelbagai tanda-tanda kesatuan yang berbeda.
Kesatuan adat tersebut adalah : (1) Nagekeo, (2) Ngada, (3) Riung, (4) Soa. Masing-masing kesatuan adat mempertahankan ciri kekrabatannya dengan mendukung semacam tanda kesatuan mereka.
Arti keluarga kekrabatan dalam masyarakat Ngada umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti Sao maka keluarga yang lebih luas satu simbol dalam pemersatu
(satu Peo, satu Ngadhu, dan Bagha). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu. Contoh setiap anggota kekrabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat kepada kepala suku, terutama atas tanah. Setiap masyarakat pendukung mempunyai sebuah rumah pokok (rumah adat) dengan seorang yang mengepalai bagian pangkal Ngadhu ulu Sao Saka puu.
Rumah tradisional disebut juga Sao, bahan rumah terbuat seperti di Ende/Lio (dinding atap, dan lantai /panggungnya). Secara tradisional rumah adat ditandai dengan Weti (ukiran). Ukiran terdiri dari tingkatan-tingkatan misalnya Keka, Sao Keka, Sao Lipi Wisu, Sao Dawu Ngongo, Sao Weti Sagere, Sao Rika Rapo, Sao Lia Roda.
Pelapisan sosial teratas disebut Ata Gae, lapisan menengah disebut Gae Kisa, dan pelapisan terbawah disebut Ata Hoo. Sumber lain menyebutkan pelapisan sosial biasa dibagi atas tiga, Gae (bangsawan), Gae Kisa = kuju, dan golongan rendah (budak). Ada pula yang membagi atas empat strata, Gae (bangsawan pertama), Pati (bangsawan kedua) Baja (bangsawan ketiga), dan Bheku (bangsawan keempat).
Para istri dari setiap pelapisan terutama pelapisan atas dan menengah disebut saja Inegae/Finegae dengan tugas utama menjadi kepala rumah yang memutuskan segala sesuatu di rumah mulai pemasukan dan pengeluaran.
Masyarakat Nagekeo pendukung kebudayaan Paruwitu (kebudayaan berburu), masyarakat Soa pendukung Reba (kebudayaan tahun baru, pesta panen), Pendukung kebudayaan bertani dalam arti yang lebih luas ialah Ngadhu/Peo, terjadi pada sebagian kesatuan adat Nagekeo, Riung, Soa dan Ngada.
G.BUDAYA MANGGARAI
Manggarai terletak di ujung barat pulau Flores, berbatasan sebelah timur dengan kabupaten Ngada, barat dengan Sealat sapepulau Sumbawa/kabupaten Bima, utara dengan laut Flores dan selatan dengan laut Sabu.
Luas wilayah 7136,14 km2, wilayah ini dapat dikatakan paling subur di NTT. Areal pertanian amat luas dan subur, perkebunan kopi yang membentang disebahagian wilayahnya, curah hujan yang tinggi yaitu dalam setahun mencapai 27,574 mm, sepertiga dari jumlah itu (lebih dari 7000mm) turun pada bulan Januari.
Ibu kota Manggarai terletak kira-kira 1200 meter di atas permukaan laut, di bawa kaki gunung Pocoranaka
Pembentukan keluarga batih terdiri dari bapak, mama dan anak-anak yang disebut Cak Kilo. Perluasan Cak Kilo membentuk klen kecil Kilo, kemudian klen sedang Panga dan klen besar Wau.
Beberapa istilah yang dikenal dalam sistim kekrabatan antara lain Wae Tua (turunan dari kakak), Wae Koe (turunan dari adik), Ana Rona (turunan keluarga mama), Ana Wina (turunan keluarga saudara perempuan), Amang (saudara lelaki mama), Inang (saudara perempuan bapak), Ema Koe (adik dari bapak), Ema Tua (kakak dari bapak), Ende Koe (adik dari mama), Ende Tua (kakak dari mama), Ema (bapak), Ende (mama), Kae (kakak), Ase (adik), Nana (saudara lelaki), dan Enu (saudara wanita atau istri).
Strata masyarakat Manggarai terdiri atas 3 golongan, kelas pertama disebut Kraeng (Raja/bangsawan), kelas kedua Gelarang ( kelas menengah), dan golongan ketiga Lengge (rakyat jelata).
Raja mempunyai kekuasaan yang absolut, upeti yang tidak dapat dibayar oleh rakyat diharuskan bekerja rodi. Kaum Gelarang bertugas memungut upeti dari Lengge (rakyat jelata). Kaum Gelarang ini merupakan penjaga tanah raja dan sebagai kaum penyambung lidah antara golongan Kraeng dengan Lengge. Status Lengge adalah status yang selalu terancam. Kelompok ini harus selalu bayar pajak, pekerja rodi, dan berkemungkinan besar menjadi hamba sahaya yang sewaktu-waktu dapat dibawah ke Bima dan sangat kecil sekali dapat kembali melihat tempat kelahirannya.
KESIMPULAN
Budaya Flores yang beraneka ragam menuntut semua
pihak untuk ikut serta dalam usaha pengembangan dan pelestarian budaya Flores.
Dalam hal ini, masyarakat Flores sendirilah yang diharapkan memberikan
sumbangan yang paling besar terhadap upaya pengembangan dan pelestarian
budayanya. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa masyarakat Flores yang
seharusnya paling tahu dan paham terhadap budayanya.
Maluku Utara
A.KESENIAN DAN
KEBUDAYAAN MALUKU UTARA
Maluku utara
adalah surga tropis di Indonesia bagian timur. Inilah tempat wisata
bahari, budaya, purbakala, sejarah, dan ada istiadat. Daerah ini pada mulanya
adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara
yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung
di Maluku) yaitu Bacan, Jailolo, Ternate, dan Tidore.
Ibu kota Maluku
Utara terletak di Sofifi, Kecamatan Oba Utara. Sejak 4 Agustus 2010 daerah ini
menggantikan kota terbesarnya, Ternate, yang berfungsi sebagai ibu kota
sementara selama 11 tahun untuk menunggu kesiapan infrastruktur di Sofifi.
Provinsi Maluku Utara terdiri
dari 395 pulau besar dan kecil yang tersebar di perairan yang menakjubkan.
Pulau yang telah dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331
buah.
Palau Bobale, Halmahera Utara,
Maluku Utara, Indonesia
Salah satu pulau yang tidak
berpenghuni adalah Pulau Dodola. Pulau ini adalah contoh dari pantai tropis
yang indah. Pasir putih seluas 16 km mengelilingi pantai dengan airnya yang
jernih. Di pulau ini, pengunjung dapat melakukan banyak kegiatan menarik
seperti berenang, berjemur, dan menyelam. Pulau Maitara juga menawarkan
kehidupan laut yang fantastis. Pulau ini terletak di tengah Pulau Tidore dan
Ternate.
Maluku Utara memiliki objek
wisata bahari berupa pulau-pulau dan pantai yang indah dengan taman laut serta
jenis ikan hias beragam jenis. Wisata alam seperti batu lubang tersebar
hampir di seluruh wilayah. Ada juga hutan wisata sekaligus taman nasional
dengan spesies endemik ranking ke 10 di dunia.
Kawasan suaka alam yang terdiri
dari beberapa jenis, baik di daratan maupun di perairan laut seperti Cagar Alam
Gunung Sibela di Pulau Bacan, Cagar Alam di Pulau Obi, Cagar Alam Taliabu di
Pulau Taliabu dan Cagar Alam di Pulau Seho.
Kawasan Cagar Alam Budaya yang
memiliki nilai sejarah kepurbakalaan tersebar di wilayah Provinsi Maluku Utara meliputi
cagar alam budaya di Kota Ternate, Kota Tidore, Kabupaten Halmahera Barat,
Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, dan Halmaerah Utara.
Luas total
wilayah Provinsi Maluku Utara mencapai 140.255,32 km². Sebagian besar merupakan
wilayah perairan laut, yaitu seluas 106.977,32 km² (76,27%). Sisanya seluas
33.278 km² (23,73%) adalah daratan.
Perekonomian
daerah sebagian besar bersumber dari perekonomian rakyat yang bertumpu pada
sektor pertanian, perikanan dan jenis hasil laut lainnya.
Daya gerak
ekonomi swasta menunjukkan orientasi ekspor, antara lain:
·
Pengolahan Kayu (Pulau Halmahera)
·
Falabisahaya (Pulau Mangoli)
·
Perkebunan Pisang di Galela (Pulau Halmahera)
·
Perikanan dengan melibatkan perikanan rakyat oleh
PT. Usaha Mina (BUMN) di Panamboang
(Pulau
Bacan)
·
Tambang Emas oleh PT. Nusa Halmahera Mineral di Kao
dan Malifut (Pulau Halmahera)
·
Tambang Nikel oleh PT. Aneka Tambang di Pulau
Gebe dan Pulau Pakal
Dalam dunia internasional provinsi Maluku lebih di
kenal sebagai Moluccas. Ibukota Maluku adalah Ambon. Pada tahun 1999 provinsi
Maluku di mekarkan menjadi 2 provinsi menjadi Maluku dan Maluku Utara yang
beribukota di Sofifi. Seperti apa kebudayaan daerah yang ada di Maluku? Baca
juga Budaya Maluku Utara Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Malut.
Yuk kita kenali
Seni dan Kebudayaan Daerah Maluku yang menjadi salah satu kekayaan budaya
Indonesia
Alat Musik
Daerah Maluku : Tifa merupakan alat musik yang paling terkenal dari Maluku.
Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi
tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir, Tifa
Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.
Alat musik lainnya yang berasal
dari Maluku adalah Toto Buang dan Kulit Bia. Alat musik ini merupakan
serangkaian gong-gong yang kecil bentuknya dan biasanya di taruh pada sebuah
meja dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Sedangkan alat musik Kulit Bia
merupakan alat musik tiup yang terbuat dari Kulit Kerang.
Tari Cakalele merupakan nama tarian yang paling
populer dan terkenal dari Maluku. Taian ini menggambarkan Tari perang. Tari ini
sering di pentaskan dan di peragakan oleh para pria dewasa sambil memegang
Parang dan Salawaku (Perisai).
Nama tarian lain yang berasal dari Maluku adalah tari Saureka-Reka dan
tari Katreji. Tari Katreji dimainkan oleh wanita dan pria. Saat memainkan
Tarian ini diiringi berbagai alat musikseperti biola, suling bambu, ukulele,
karakas, guitar, tifa dan bas gitar.
C.Bahasa Daerah Maluku
Karena provinsi
Maluku memiliki banyak sekali pulau, di sini juga terdapat berbagai macam
bahasa. Tapi bahasa yang dipakai di Maluku adalah jenis Bahasa Melayu Ambon,
yang masih satu dialek bahasa Melayu.
Berikut ini
nama-nama bahasa yang berasal dari Maluku :
1.
Bahasa
Seti ada di daerah suku Seti, di Seram Utara dan Telutih Timur
2.
Bahasa Alune
ada di daerah Seram Barat
3.
Bahasa Nuaulu
dipakai oleh suku Nuaulu di Seram selatan; antara teluk El-Paputih dan
teluk Telutih
4.
Bahasa Wamale ada di daerah
Seram Barat
Kesimpulan
Kaya akan
budaya sudah semestinya indonesia berbangga, maka sudah selayaknya bagi bangsa dan masyarakat negeri ini untuk melestarikan dan menjaga beraneka ragam budaya yang unik di
berbagai daerah indonesia
ini. Mari kita panjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat
Tuhan Maha Esa
yang telah memberi kesehatan dan keselamatan pada kita sebagai masyarakat yang memiliki cipta rasa tinggi dan sebagai negara yang berbudi luhur. Sebagai mana yang telah dikaruniakannya kepada masyarakat kita, yaitu sebuah data kreatifitas
tinggi yang di menunjukkan
adat ketimuran dan berazaskan Pancasila. Jadi
tidak mustahil
jika nbanyak hasil cipta rasa dan karya dalam berbagai adat dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia ini selalu dilirik bangsa lain.
Maluku
1.Budaya Maluku Seni Kebudayaan Daerah Maluku
Dalam dunia
internasional provinsi Maluku lebih di kenal sebagai Moluccas. Ibukota Maluku
adalah Ambon. Padatahun 1999 provinsi Maluku di mekarkan menjadi 2 provinsi
menjadi Maluku dan Maluku utara yang beribukota di sofifi.
2.Alat music
Alat Musik Daerah
Maluku adalah Tifa. Tifa merupakan alat music yang paling terkenal dari Maluku.
Alat music ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di
lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa Jekir,
Tifa dasar, Tifak Potong, Tifa Jekir potong, dan tifa Bas. Alat music lainnya
yang berasal dari Maluku adalah toto buang dan kulit bia. Alat musik ini
merupakan serangkaian gong-gong yang kecil bentuknya dan biasanya di taruh pada
sebuah meja dengan beberapa lubang sebagai penyanggah. Sedangkan alat music
kjulit bia merupakan alat music tiup yang terbuat dari kulit kerang
Alat Musik Tifa
3.Bahasa Maluku
Karena provinsi Maluku memiliki banyak
sekali pulau, disini juga terdapat berbagai macam bahasa. Tapi biasanya di
pakai di Maluku adalah jenis bahasa melayu Ambon, yang masih satu dialek bahasa
melayu. Berikut nama-nama bahasa yang berasal dari Maluku:
-Bahasa seti
-Bahasa Alune
-Bahasa Nuaulu
-Bahasa Wamale
-Bahasa Koa
4. Tarian khas Maluku
Cakalele merupakan tarian tradisional Maluku yang dimainkan oleh sekitar 30 laki-laki dan
perempuan. Para penari cakalele pria biasanya menggunakan parang dan salawaku
sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Cakelele merupakan
tarian tradisional khas Maluku.
Para penari laki-laki mengenakan pakaian perang yang
didominasi oleh warna merah dan kuning tua. Di kedua tangan penari menggenggam
senjata pedang (parang) di sisi kanan dan tameng (salawaku) di sisi kiri,
mengenakan topi terbuat dari alumunium yang diselipkan bulu ayam berwarna
putih. Sementara, penari perempuan mengenakan pakaian warna putih sembari
menggenggam sapu tangan (lenso) di kedua tangannya. Para penari Cakalele yang
berpasangan ini, menari dengan diiringi musik beduk (tifa), suling, dan kerang
besar (bia) yang ditiup.
Keistimewaan tarian ini terletak pada tiga fungsi
simbolnya. Pakaian berwarna merah pada kostum penari laki-laki, menyimbolkan
rasa heroisme terhadap bumi Maluku, serta keberanian dan patriotisme orang
Maluku ketika menghadapi perang. Pedang pada tangan kanan menyimbolkan
harga diri warga Maluku yang harus dipertahankan hingga titik darah
penghabisan. Tameng (salawaku) dan teriakan lantang menggelegar pada
selingan tarian menyimbolkan gerakan protes terhadap sistem pemerintahan yang
dianggap tidak memihak kepada masyarakat.
5. Pakaian adat, Rumah, dan senjata Maluku
1.Pakaian adat Maluku
Baju Cele bermotif garis-garis geometris atau
berkotak-kotak kecil. Biasanya, baju Cele dikombinasikan dengan kain sarung
yang warnanya tidak terlalu jauh berbeda, yang penting harus seimbang dan
serasi.
Kapan masyarakat Ambon menggunakan baju adat itu? Baju
cele dipakai dalam upacara-upacara adat (acara pelantikan raja, acara cuci
negeri, acara pesta negeri, acara panas pela, dan lain-lain.).
Supaya lebih terlihat serasi, baju Cele pun
dikombinasi dengan kain pelekat yang dinamakan disalele. Pemakaian sarung ini
ada di luar dan melapisi baju yang ada di dalamnya.
Sarung dipakai sampai batas lutut dan menggunakan
lenso, yaitu sapu tangan yang diletakan di pundak. Biasanya pakaian ini
digunakan tanpa alas kaki tapi ada juga masyarakat yang menggunakan selop
sebagai gantinya.
2. Rumah Adat Maluku : Rumah Baileo
Baileo itu sebutan atau nama dari
rumah adat orang Maluku, dengan bentuk bangunan yang besar, material bangunan
sebagian besar berbahan dasar kayu, kokoh dengan cukup banyak ornamen, ukiran
yang menghiasi seluruh bagian dari rumah tersebut. Baileo merupakan bangunan
yang berfungsi sebagai tempat pertemuan warga (balai bersama), selain sebagai
tempat pertemuan / kegiatan Baileo juga berfungsi untuk menyimpan benda-benda
suci, senjata atau pusaka peninggalan dari nenek moyang warga kampung tersebut.
3. Senjata Tradisional Maluku
Merupakan senjata tradisional khas daerah
Maluku. Kedua senjata ini biasanya dipakai oleh para penari pria saat
mempertunjukkan tarian Cakalele. Pada salawaku terdapat ukiran-ukiran bermakna
khusus yang terbuat dari kulit kerang laut. Parangberarti pisau besar, biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih
besar dari pisau, namun lebih pendek jika dibandingkan dengan pedang. Sawalaku sendiri memiliki arti perisai.
Perisai adalah alat yang dipergunakan untuk melindungi diri dan untuk menangkis
serangan senjata lawan.
Papua
A.Kesenian Papua
Budaya Papua Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Papua Indonesia - Provinsi Papua yang terletak di ujung timur negara Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang unik dan menarik. Yuk, kita kenal kebudayaan Papua sebagai salah satu kekayaan budaya indonesia seperti alat musik tradisionalnya, Tarian Tradisional dan kesenian lainnya yang terdapat di Papua. Baca juga tempat wisata di Papua
Budaya Papua Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Papua Indonesia - Provinsi Papua yang terletak di ujung timur negara Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang unik dan menarik. Yuk, kita kenal kebudayaan Papua sebagai salah satu kekayaan budaya indonesia seperti alat musik tradisionalnya, Tarian Tradisional dan kesenian lainnya yang terdapat di Papua. Baca juga tempat wisata di Papua
a.Alat Musik Tradisional Papua
Ada Salah satu nama alat musik tradisional yang paling terkenal yang berasal dari Papua yaitu Tifa. Alat musik Tifa merupakan alat musik tradisional yang berasal dari daerah maluku serta papua. Bentuknya alat musik Tifa mirip gendang dan cara memainkannya Tifa adalah dengan cara dipukul. Alat musik Tifa terbuat dari bahan sebatang kayu yang isinya sudah dikosongkan serta pada salah satu ujungnya ditutup dengan menggunakan kulit hewan rusa yang terlebih dulu dikeringkan. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Alat musik ini sering di mainkan sebagai istrumen musik tradisional dan sering juga dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi.
b.Tarian Tradisional Daerah Papua
Terdapat berbagai macam tari-tarian dan
mereka biasa menyebutnya dengan Yosim Pancar (YOSPAN). Di dalam tarian ini
terdapat aneka bentuk gerak tarian seperti tari Gale-gale, tari Pacul Tiga,
tari Seka, Tari Sajojo, tari Balada serta tari Cendrawasih. Tarian tradisional
Papua ini sering di mainkan dalam berbagai kesempatan seperti untuk penyambutan
tamu terhormat, penyambutan para turis asing yang datang ke Papua serta
dimainkan adalah dalam upacara adat.
c.Pakaian Adat Tradisional Papua
Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat tersebuta memakai hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki.
d.Rumah Adat Papua
Pakaian adat Papua untuk pria dan wanita hampir sama bentuknya. Pakaian adat tersebuta memakai hiasan-hiasan seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki.
d.Rumah Adat Papua
Nama
rumah asli Papua adalah Honai yaitu rumah khas asli Papua yang dihuni oleh Suku
Dani. Bahan untuk membuat rumah Honai dari kayu dengan dan atapnya berbentuk
kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Rumah tradisional Honai
mempunyai pintu yang kecil dan tidak berjendela. Umumnya rumah Honai terdiri
dari 2 lantai yang terdiri dari lantai pertama untuk tempat tidur sedangkan
lantai kedua digunakan sebagai tempat untuk bersantai, makan, serta untuk
mengerjakan kerajinan tangan.
B.Budaya Papua Seni Kebudayaan Tradisional Daerah
Papua Indonesia
Provinsi
Papua yang terletak di ujung timur negara Indonesia memiliki banyak kebudayaan
yang unik dan menarik. Yuk, kita kenal kebudayaan Papua sebagai salah satu
kekayaan budaya indonesia seperti alat musik tradisionalnya, Tarian Tradisional
dan kesenian lainnya yang terdapat di Papua. Baca juga tempat wisata di Papua
C.Karya Seni Budaya Papua Terancam Punah
Kata Papua berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku.
Beragam karya seni budaya asli masyarakat Papua belakangan ini mulai terancam punah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pada suatu saat nanti seni budaya masyarakat Papua itu hilang begitu saja karena tidak adanya regenerasi. Kekhawatiran itu bisa menjadi kenyataan karena hingga saat ini terkesan tidak adanya perhatian pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum. Di sisi lain, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua belum mengatur usaha perlindungan karya-karya seni dan budaya masyarakat Papua.
Pengawas Kebudayaan dan Kesenian Papua, Fhilip Ramandey, di Biak, kepada kantor berita Antara, mengharapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama DPR Papua segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Karya Seni Budaya Papua dan Perdasus sebagai bentuk proteksi dalam menjaga keaslian budaya Papua.
"Ketika Belanda menguasai Biak, telah ada pengakuan perlindungan budaya asli Papua. Tapi, sekarang tidak ada peraturan daerah yang melindungi karya seni di Papua," kata Ramandey menanggapi pembentukan Perdasus dan Peraturan Perlindungan Budaya Asli Papua (Perdasi).
Ia mengatakan, pembentukan Perdasus dan Perdasi Papua untuk perlindungan karya seniman di Papua sangat mendesak disahkan oleh pihak pemerintah dan DPR Papua. "Jangan sampai terjadi negara lain mengklaim seni budaya masyarakat Papua, baru kita pusing memikirkan usaha perlindungan karya seni dan budaya masyarakat Papua. Saat ini banyak karya seni dan budaya Papua mengalir ke negara-negara asing seperti Australia, Papua Nugini, serta Selandia Baru," kata Ramandey.
Penyiapan Perdasus dan Perdasi Perlindungan Budaya Asli Papua, menurut Ramandey, merupakan upaya masyarakat Papua dalam menjaga keaslian budaya Papua.
Ada beberapa budaya asli Papua yang mengalami pergeseran. Contohnya, menurut Ramandey, di Genyem Kabupaten Jayapura, warga asli Papua telah mengubah pola makan papeda dengan tahu.
Bahkan, ketika digelar Festival Danau Sentani di Jayapura, kelihatan pelaku kesenian dan gelar budaya warga Papua adalah orang-orang tua yang sudah uzur usianya. "Itu memprihatinkan karena membuktikan tidak adanya regenerasi. Kenyataan itu bisa membahayakan kalau anak-anak muda Papua sekarang juga tidak diperkenalkan dengan beragam bentuk seni dan budaya Papua," ujar beberapa pakar seni budaya Papua yang dihubungi Suara Karya di Jayapura.
Pakar budaya itu juga membenarkan, kebiasaan lama warga Papua kini berangsur hilang, yakni makan papeda dengan ikan gabus. Dulu, warga Papua tidak mau makan papeda kalau bukan dengan kuah ikan gabus. Tapi, sekarang mereka memilih makan papeda dengan sayur tahu.
Perubahan budaya Papua lainnya, menurut Ramandey, patung lukisan yang dijual di kawasan sentra Pasar Hamadi yang dulu dihasilkan masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura, kini telah dapat dibuat perajin patung dari Makassar. Juga tifa genderang khas Biak, pada awalnya dibuat dua tempat tabuhnya. Tetapi, saat ini tinggal satu tempat. "Karya seni asli Papua jika tidak dilindungi dari sekarang, pada beberapa tahun ke depan akan musnah serta tidak dikenali lagi generasi muda Papua, Karena itu, Perdasus dan Perdasi Papua sangat tepat menjaga keaslian budaya Papua," kata Ramandey.
Menanggapi ajang Festival Seni Papua di Kabupaten Biak Numfor, Ramandey mengatakan, karena ajang kreasi seni merupakan pesta rakyat di tanah Papua, maka kegiatan itu perlu dipublikasikan.
"Rakyat selalu menggelar pesta, tetapi masyarakat Papua sendiri tidak begitu banyak menghadiri pesta seni budaya asli Papua di Kabupaten Biak Numfor," ujar Ramandey. (Ami Herman)
Kata Papua berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik suku-suku.
Beragam karya seni budaya asli masyarakat Papua belakangan ini mulai terancam punah. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan pada suatu saat nanti seni budaya masyarakat Papua itu hilang begitu saja karena tidak adanya regenerasi. Kekhawatiran itu bisa menjadi kenyataan karena hingga saat ini terkesan tidak adanya perhatian pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum. Di sisi lain, Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Papua belum mengatur usaha perlindungan karya-karya seni dan budaya masyarakat Papua.
Pengawas Kebudayaan dan Kesenian Papua, Fhilip Ramandey, di Biak, kepada kantor berita Antara, mengharapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua bersama DPR Papua segera mengesahkan Peraturan Perlindungan Karya Seni Budaya Papua dan Perdasus sebagai bentuk proteksi dalam menjaga keaslian budaya Papua.
"Ketika Belanda menguasai Biak, telah ada pengakuan perlindungan budaya asli Papua. Tapi, sekarang tidak ada peraturan daerah yang melindungi karya seni di Papua," kata Ramandey menanggapi pembentukan Perdasus dan Peraturan Perlindungan Budaya Asli Papua (Perdasi).
Ia mengatakan, pembentukan Perdasus dan Perdasi Papua untuk perlindungan karya seniman di Papua sangat mendesak disahkan oleh pihak pemerintah dan DPR Papua. "Jangan sampai terjadi negara lain mengklaim seni budaya masyarakat Papua, baru kita pusing memikirkan usaha perlindungan karya seni dan budaya masyarakat Papua. Saat ini banyak karya seni dan budaya Papua mengalir ke negara-negara asing seperti Australia, Papua Nugini, serta Selandia Baru," kata Ramandey.
Penyiapan Perdasus dan Perdasi Perlindungan Budaya Asli Papua, menurut Ramandey, merupakan upaya masyarakat Papua dalam menjaga keaslian budaya Papua.
Ada beberapa budaya asli Papua yang mengalami pergeseran. Contohnya, menurut Ramandey, di Genyem Kabupaten Jayapura, warga asli Papua telah mengubah pola makan papeda dengan tahu.
Bahkan, ketika digelar Festival Danau Sentani di Jayapura, kelihatan pelaku kesenian dan gelar budaya warga Papua adalah orang-orang tua yang sudah uzur usianya. "Itu memprihatinkan karena membuktikan tidak adanya regenerasi. Kenyataan itu bisa membahayakan kalau anak-anak muda Papua sekarang juga tidak diperkenalkan dengan beragam bentuk seni dan budaya Papua," ujar beberapa pakar seni budaya Papua yang dihubungi Suara Karya di Jayapura.
Pakar budaya itu juga membenarkan, kebiasaan lama warga Papua kini berangsur hilang, yakni makan papeda dengan ikan gabus. Dulu, warga Papua tidak mau makan papeda kalau bukan dengan kuah ikan gabus. Tapi, sekarang mereka memilih makan papeda dengan sayur tahu.
Perubahan budaya Papua lainnya, menurut Ramandey, patung lukisan yang dijual di kawasan sentra Pasar Hamadi yang dulu dihasilkan masyarakat Sentani, Kabupaten Jayapura, kini telah dapat dibuat perajin patung dari Makassar. Juga tifa genderang khas Biak, pada awalnya dibuat dua tempat tabuhnya. Tetapi, saat ini tinggal satu tempat. "Karya seni asli Papua jika tidak dilindungi dari sekarang, pada beberapa tahun ke depan akan musnah serta tidak dikenali lagi generasi muda Papua, Karena itu, Perdasus dan Perdasi Papua sangat tepat menjaga keaslian budaya Papua," kata Ramandey.
Menanggapi ajang Festival Seni Papua di Kabupaten Biak Numfor, Ramandey mengatakan, karena ajang kreasi seni merupakan pesta rakyat di tanah Papua, maka kegiatan itu perlu dipublikasikan.
"Rakyat selalu menggelar pesta, tetapi masyarakat Papua sendiri tidak begitu banyak menghadiri pesta seni budaya asli Papua di Kabupaten Biak Numfor," ujar Ramandey. (Ami Herman)
Papua Barat
A.BUDAYA KHAS PAPUA BARAT
a.Alat Musik Tradisional Papua : Tifa
Salah
satu alat musik yang paling terkenal dari kawasan Indonesia Timur adalah Tifa.
Secara khusus dapat dikatakan bahwa Tifa adalah alat musik yang berasal dari
maluku dan papua, bentuknya mirip gendang dan cara memainkannya adalah dengan
dipukul.
Bahannya terbuat dari sebatang kayu yang isinya dikosongkan dan pada salah satu sisi ujungnya ditutup menggunakan kulit rusa yang telah dikeringkan agar dapat menghasilkan suara yang bagus dan indah. Biasanya Tifa diperindah dengan berbagai model ukiran sesuai dengan ciri khas setiap suku di maluku dan papua.
Kapan Tifa dimainkan. Disamping sebagai pelengkap dari permainan istrumen musik tradisional, Tifa juga selalu dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi. Tarian tersebut biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.
b.Tarian Tradisional Papua : YOSIM PANCAR
Bahannya terbuat dari sebatang kayu yang isinya dikosongkan dan pada salah satu sisi ujungnya ditutup menggunakan kulit rusa yang telah dikeringkan agar dapat menghasilkan suara yang bagus dan indah. Biasanya Tifa diperindah dengan berbagai model ukiran sesuai dengan ciri khas setiap suku di maluku dan papua.
Kapan Tifa dimainkan. Disamping sebagai pelengkap dari permainan istrumen musik tradisional, Tifa juga selalu dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional, seperti Tarian perang, Tarian tradisional asmat,dan Tarian gatsi. Tarian tersebut biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti upacara-upacara adat maupun acara-acara penting lainnya.
b.Tarian Tradisional Papua : YOSIM PANCAR
Masyarakat pantai memiliki berbagai macam budaya tari-tarian yang biasa mereka sebut dengan Yosim Pancar (YOSPAN), yang didalamnya terdapat berbagai macam bentuk gerak seperti: (tari Gale-gale, tari Balada, tari Cendrawasih, tari Pacul Tiga, tari Seka, Tari Sajojo).
Tarian yang biasa dibawakan oleh masyarakat pantai maupun masyarakat pegunungan pada intinya dimainkan atau diperankan dalam berbagai kesmpatan yang sama seperti: dalam penyambutan tamu terhormat, dalam penyambutan para turis asing dan yang paling sering dimainkan adalah dalam upacara adat. khususnya tarian panah biasanya dimainkan atau dibawakan oleh masyarakat pegunungan dalam acara pesta bakar batu atau yang biasa disebut dengan barapen oleh masyarakat pantai. tarian ini dibawakan oleh para pemuda yang gagah perkasa dan berani.
Dengan budaya tarian Yospan maupun budaya tarian Panah yang unik, kaya dan indah tersebut para orangtua sejak dahulu berharap budaya yang telah mereka wariskan kepada generasi berikut tidak luntur, tidak tenggelam dan tidak terkubur oleh berbagai perkembangan zaman yang kian hari kian bertambah maju. para pendahulu yaitu para orangtua berharap juga budaya tarian-tarian yang telah mereka ciptakan dengan berbagai gelombang kesulitan, kesusahan dan keresahan tidak secepat dilupakan oleh generasi berikutnya. mereka juga berharap dengan tidak adanya budaya Papua yang kaya tersebut semakin maju, semakin dikenal baik oleh orang dikalangan dalam negeri sendiri maupun dikenal dikalangan luar negeri dan juga semakin berkembang kearah yang lebih baik yang intinya dapat tetap mengangkat derajat, martabat, dan harkat orang Papua.
c.Pakaian Adat Papua
Pakaian adat pria dan wanita di Papua secara fisik mungkin anda akan berkesimpulan bahwa pakaian tersebut hampir sama bentuknya. Mereka memakai baju dan penutup badan bagian bawah dengan model yang sama. Mereka juga sama-sama memakai hiasan-hiasan yang sama, seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Bentuk pakaian yang terlukis di sini merupakan ciptaan baru. Biasannya tak lupa dengan tombak/panah dan perisai yang dipegang mempelai laki-laki menambah kesan adat Papua.
d.Rumah Adat
Papua
Honai adalah rumah khas Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang. Honai mempunyai pintu yang kecil dan tidak memiliki jendela. Sebenarnya, struktur Honai dibangun sempit atau kecil dan tidak berjendela bertujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua.
Rumah adat Masyarakat Papua, atau yang biasa disebut dengan Honai.
Honai terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan. Karena dibangun 2 lantai, Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat untuk membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai)